Awalnya males pas minggu lalu diajak nonton film ini, alasannya simple, berasanya rugi bayar mahal nonton di weekend buat film Indonesia, yang dalam beberapa bulan sudah bisa disaksikan di televisi, hehehe. Kalo nontonnya di weekday, mungkin ga terlalu masalah *ogahrugibangetyak.
Anyway, berhubung ga ada film yang bikin tertarik, akhirnya bersedia juga nonton film ini kemaren. Diiming-imingin dengan kata "nonton bareng" sang penulis Dee, pergilah T ke XXI Alam Sutera bareng temen-temen. Rada kecewa dengan omongan "nonton bareng"-nya, soalnya Dee cuma ngasih sepatah dua patah kata di awal nonton, trus nggak ikutan nonton. Beda banget dengan "nonton bareng" laennya yang pernah T ikutan.
Anyway, let's start the review. Filosofi Kopi diangkat dari bukunya Dee alias Dewi Lestari. T ga baca bukunya, itu keuntungan, jadi T ga compare antara buku dan filmnya.
Diceritakan ada 2 orang sahabat, Ben (Chiko Jerikho) dan Jody (Rio Dewanto), yang membuka kedai kopi yang diberi nama Filosofi Kopi. Ben ini adalah anak piatu, yang sejak usia 12 tahun diasuh oleh ayahnya Jody. Ayahnya adalah petani kopi yang kemudian menjadi petani sayuran, gara-gara kebun kopinya dihancurkan sekelompok orang yang hendak menjadikannya kebun kelapa sawit. Sejak usia 12 tahun, Ben membenci ayahnya yang menyuruhnya berhenti mencintai kopi dan yang dia rasa tidak melakukan apa-apa saat ibunya meninggal dibunuh orang.
Ben tumbuh menjadi pribadi yang sangat suka kopi tapi trauma ke kebun kopi. Dia memilih membeli kopi lewat supplier atau melalui lelang. Jody sendiri tidak terlalu tahu banyak tentang kopi, tapi dia jago dalam hal hitung-hitungan atau analisa.
Singkat cerita, almarhum ayahnya Jody ternyata meninggalkan hutang yang sangat besar, yang harus Jody bayar. Masalahnya Jody tidak memiliki banyak uang untuk melunasinya. Pemasukan dari Filosofi Kopi tidak cukup untuk mencicil hutang tersebut. Suatu ketika, ada seorang pengusaha yang sedang berusaha memenangkan tender besar milik seseorang pencinta kopi, mendatangi Filosofi Kopi karena mendengar kopi di tempat ini sangat enak. Dia menawarkan Ben untuk meracik kopi terenak. Jika kopi buatan Ben ini bisa menyukakan hati pemilik tender, maka pengusaha ini akan memberikan uang 1 milyard kepada Filosofi Kopi.
Ben pun berusaha membuat kopi yang enak yang diberi nama Ben's Perfecto. Masalah muncul ketika seorang food blogger bersertifikat bernama El (Julie Estelle) mengatakan ada kopi yang lebih enak daripada Ben's Perfecto, yakni kopi Tiwus, buatan petani kopi di desa. Merasa perlu tahu, Jody memaksa Ben untuk mencari tahu dan merasakan kopi tiwus tersebut.
Akhir cerita, kopi tiwus ini diracik Ben dan diberikan ke pengusaha dan Filosofi Kopi berhasil mendapatkan uang 1M yang kemudian digunakan untuk membayar lunas hutang almarhum ayahnya Jody.
Menurut T, Filosofi Kopi ini jenisnya film ringan dan menghibur. Sejenis dengan film Brownies. Ada lucu-lucunya, tapi ada juga unsur dramanya. Tadinya T berharap ada lebih banyak mengupas tentang kopi ataupun filosofinya sesuai judul filmnya. Tapi ternyata nggak gitu. Filosofi kopinya sendiri cuma 4 macem. Lebih banyak ke dramanya. Sementara untuk urusan akting, Rio Dewanto bagus dan Chiko Jerikho juga lumayan bagus. Bolehlah ditonton buat santai-santai atau ngayal buat beli Lenovo berhubung imo, di film ini iklan Lenovo-nya berasa banget. Plus, quote terakhir-nya bagus: Sesempurna apapun kopi yang kamu buat, kopi tetap kopi, punya sisi pahit yang tidak mungkin kamu sembunyikan.